Bandar Lampung– Perbaikan talud-talud yang jebol serta modifikasi cuaca untuk mengurangi intensitas hujan di Bandar Lampung hanya langkah panik dan gerakan yang muatannya sangat ringan atau berjangka pendek bagi keberlangsungan lingkungan, dan itu bukan upaya pencegahan jangka panjang bagi kota ini untuk tetap lestari dan nyaman bagi masyarakatnya.
Ingat! 17 titik dalam 9 kecamatan, artinya hampir 50 persen daerah Kota Bandar Lampung terendam banjir bandang pada tragedi yang terjadi Jumat, 17 Januari 2025.
Sayang sungguh disayangkan bahwa sampai hari ini Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemkot Bandar Lampung tidak menerangkan upaya yang jelas terkait pencegahan banjir berikutnya. Seperti misal, memberantas tambang batu atau tambang lainnya yang jelas-jelas merusak bukit-bukit di sepanjang jalan Soekarno-Hatta atau sekitar PJR.
Selain itu, Deddy Amrullah, Wakil Walikota Bandar Lampung justru menjelaskan bahwa Walikota Eva Dwiana meminta jajarannya mengangkut sedimen di kali-kali yang ada di Bandar Lampung. Mengapa setelah terjadi banjir bandang baru ada penggalian?
Tepat dua hari sebelum kejadian banjir ini, warga Rajabasa bernama Beti yang pada tahun 2024 lingkungannya terendam banjir mengatakan bahwa tidak ada upaya dari pemerintah untuk melakukan pengerukan atau pendalaman sungai.
Gotong royong yang pemerintah setempat lakukan hanya ketika terjadi bencana dan akibatnya banjir bandang tak terbendung di Bandar Lampung. Sebanyak 14.160 rumah telah terdampak peristiwa pilu pada Jumat awal Januari 2025 lalu.
Anehnya pemerintah kota Bandar Lampung juga, justru mengeluarkan SK untuk mengusulkan Status Darurat Banjir agar pemerintah menyalurkan sokongan dana bantuan memperbaiki kerusakan infrastruktur jalan dan fasilitas umum. Seperti tak berdosa atas wewenang dan pengawasan terhadap kerusakan alam yang terjadi di kota Bandar Lampung.
Walhi Lampung menganggap banjir ini adalah peringatan serius akan pengelolaan lingkungan. Rendahnya pembangunan ruang terbuka hijau, minimnya daerah resapan air, buruknya sistem drainase serta tata kelola sampah dan sungai yang tidak memadai ialah faktor struktural pemicu banjir.
Walhi Lampung juga menemukan bahwa sebagian besar wilayah yang terdampak berada di kawasan padat penduduk berinfrastruktur kurang dukungan penanganan aliran air hujan.
Sayangnya sampai hari ini, belum terdengar juga rongrongan pemerintah terhadap perusahaan developer perumahan, pabrik-pabrik atau perusahaan industri yang bangunannya di dalam area padat penduduk agar mereka para pengembang dan pemilik atau pimpinan perusahaan bersedia segera untuk memberikan, menyalurkan dan turut mendirikan sesuatu bernilai dalam pencegahan bencana banjir jangka panjang.
Bahkan tidak ada sosialisasi penanganan banjir. Dulu pernah ada program gerebek sungai dari pemerintahan Eva Dwiana. Namun belakangan tidak terdengar lagi.
Sejauh ini pemerintah seperti lalai terhadap pencegahan bencana. Pemerintah bisa memberikan izin pembangunan hotel-hotel besar seperti Grand Mercure. Namun mengeluh ketika masyarakat mempertanyakan soal pembangunan ruang terbuka hijau publik bersarana olahraga, yang dalihnya tidak memiliki lahan dan terkendala anggaran.
Berdasar Direktori Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung tahun 2023, ada sekitar 114 perusahaan menengah dan besar di Kota Bandar Lampung. Belum lagi ada PT KAI yang setiap hari kereta babaranjangnya hilir mudik di perlintasan kota Bandar Lampung untuk mengangkut Batubara.
Kehilangan power, ya pemerintah seperti tidak mampu mengintervensi perusahaan-perusahaan menengah dan besar untuk berdedikasi bagi lingkungan, andai Pemkot memang benar tidak memiliki cukup anggaran dalam mengembangkan ekosistem alam yang layak huni.
Bagaimana warga Bandar Lampung bisa terbebas dari penyakit dan kemiskinan kalau pemerintahnya saja tidak dapat menjamin pengelolaan lingkungan yang sehat? Itu pertanyaan dan pernyataan sederhana dari tragedi paling memprihatinkan di Kota Bandar Lampung pada awal tahun 2025 ini. Silahkan pemerintah, dipikirkan tentang pengelolaan dan pengawasan lingkungan, jika memang benar sayang dengan warganya.***